Tahun Ajaran Baru, Dari SPP Selangit hingga Gadget dan Barang Tren Sosial Media

Ilustrasi siswa sekolah dasar

VoiceNews.id – Tahun ajaran baru yang seharusnya menjadi momen menggembirakan bagi keluarga, justru berubah menjadi musim “tekor” bagi banyak orang tua.

Melambungnya biaya pendidikan, ditambah tuntutan perlengkapan sekolah yang mengikuti tren media sosial, semakin menekan kondisi keuangan rumah tangga.

Dilansir dari CNBC Indonesia,  Annisa Pancaputri, seorang ibu asal Tangerang, mengungkapkan betapa mahalnya biaya pendidikan anak di sekolah swasta.

Ia harus merogoh kocek Rp1,6 juta per bulan untuk anaknya yang duduk di bangku Sekolah Dasar Sinar Cendekia Islamic School.

Sementara anak bungsunya yang baru masuk Taman Kanak-Kanak di sekolah yang sama dikenai SPP sebesar Rp800 ribu per bulan.

“Saya sempat survei ke beberapa sekolah swasta lain, termasuk ke Insan Cendekia. SPP-nya sekitar Rp62 juta per tahun, hampir Rp5 juta per bulan. Itu hampir setara dengan UMR Jakarta,” ungkap Annisa.

Meski sekolah negeri menawarkan opsi tanpa pungutan SPP, sebagian orang tua tetap menjatuhkan pilihan ke sekolah swasta karena alasan kualitas kurikulum dan tenaga pengajar.

Namun, pilihan itu datang dengan konsekuensi finansial yang tidak ringan.

“Kalau bisa, sekolah bagus ya pengennya di swasta. Tapi konsekuensinya ya harus siap dana lebih besar,” ujar Annisa.

Tekanan finansial tak berhenti pada biaya pendidikan saja. Orang tua kini juga dihadapkan pada kebutuhan penunjang belajar anak yang semakin kompleks, termasuk gadget.

Prita, salah satu orang tua lainnya, menyebut anaknya meminta iPad sebagai penunjang belajar sekaligus menyalurkan hobi menggambar. Permintaan itu pun dikabulkan meski harus merogoh kocek lebih dalam.

“Untuk beli iPad anak saya, saya sudah habis lebih dari Rp7 juta,” kata Prita kepada CNBC Indonesia.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Berdasarkan survei Credit Karma yang dikutip CNBC Make It, anak-anak di Amerika Serikat juga semakin dipengaruhi tren media sosial dalam menentukan kebutuhan tahun ajaran baru.

Mulai dari aksesori seperti boneka gantungan tas Labubu dan Jellycat, tumbler merek Stanley dan Owala, hingga permintaan gadget seperti iPad dan AirPods.

Sebanyak 58% orang tua mengaku anak-anak mereka meminta pakaian dan aksesori tertentu, 55% menginginkan sepatu bermerek seperti Nike atau Adidas, dan 43% meminta perangkat elektronik.

Bahkan 37% anak meminta botol minum bermerek dan 32% menginginkan aksesori ransel yang tengah tren.

Di AS, harga sepasang Adidas Sambas bisa mencapai US$80 (sekitar Rp1,3 juta), sementara tumbler Stanley dibanderol mulai US$30 (sekitar Rp500 ribu). Di sisi lain, harga alat tulis biasa pun naik 20% dibandingkan masa sebelum pandemi.

Lonjakan kebutuhan ini mendorong sebagian besar orang tua ke titik krisis keuangan. Sebanyak 44% responden survei Credit Karma mengaku harus berutang untuk memenuhi kebutuhan tahun ajaran baru anak-anak mereka, naik dari 34% pada tahun sebelumnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini