Iklan Makanan di Medsos Ancam Generasi Muda, 43 Persen Anak Tergoda Visual, Gizi Terlupakan

ist, VoiceNews.id

VoiceNews.id – Tampilan visual makanan di media sosial ternyata lebih dari sekadar godaan di layar. Dalam laporan terbaru dari Fix My Food bersama UNICEF Indonesia, terungkap bahwa 43 persen anak muda di Indonesia memilih makanan tidak sehat karena visual iklan yang menarik, khususnya di platform media sosial seperti Instagram, Facebook, dan X.

Peneliti dari Fix My Food, Syafa Syahrani, menegaskan bahwa tren ini bukan sekadar kebiasaan konsumsi, tetapi merupakan sinyal bahaya yang patut diwaspadai. Dalam diskusi publik bertajuk Diseminasi Hasil Studi Pemasaran Makanan Tidak Sehat, Kamis (10/7), Syafa mengungkapkan bahwa faktor visual seperti penampilan, aroma, dan penyajian makanan menjadi penentu utama dalam pengambilan keputusan konsumsi anak muda—mengalahkan pertimbangan nilai gizi.

“Anak-anak dan remaja makin tertarik pada makanan ultra-processed yang tinggi kandungan gula, garam, dan lemak hanya karena tampilan di layar terlihat menggoda,” ujar Syafa.

Penelitian tersebut juga mencatat bahwa 13 persen responden memilih makanan berdasarkan apa yang tersedia di sekitar mereka, mempertegas bahwa pilihan konsumsi tak hanya dipengaruhi preferensi, tetapi juga situasi lingkungan.

Sementara itu, UNICEF Indonesia turut menyuarakan kekhawatiran atas masifnya pemasaran makanan tidak sehat kepada anak-anak di media sosial. Dalam studi bertajuk Penggunaan Media Sosial untuk Mempromosikan Konsumsi Makanan dan Minuman yang Tidak Sehat di Kalangan Anak-anak di Indonesia, analisis terhadap 295 iklan menunjukkan mayoritas promosi diarahkan pada makanan ringan, makanan olahan, minuman manis, dan makanan cepat saji—produk yang dikenal tinggi kalori, gula, dan lemak jenuh.

David Coloma, Nutrition Specialist dari UNICEF Indonesia, menyatakan bahwa 85 persen dari merek-merek besar memasarkan produk yang seharusnya tidak ditujukan kepada anak-anak, melampaui batas gizi yang ditetapkan oleh WHO.

“Pemasaran makanan tidak sehat adalah salah satu pendorong utama meningkatnya kasus obesitas dan kelebihan berat badan pada anak,” ujar David. Ia menambahkan bahwa kekuatan media sosial memperparah dampaknya, mengingat Indonesia memiliki lebih dari 167 juta pengguna aktif atau sekitar 60,4 persen dari total populasi.

Lebih mengkhawatirkan, promosi makanan ini kerap melibatkan figur publik seperti artis, influencer, dan atlet yang memiliki daya tarik emosional kuat di kalangan anak muda. Dengan strategi pemasaran seperti potongan harga dan promosi “beli satu gratis satu”, anak-anak diarahkan membentuk loyalitas merek sejak usia dini.

Padahal, anak-anak belum memiliki kemampuan kognitif yang matang untuk membedakan konten iklan dan informasi netral. Dampaknya, paparan berkelanjutan terhadap iklan makanan tidak sehat berpotensi mengubah preferensi konsumsi dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi di masa depan.

Temuan ini menjadi pengingat keras bagi para orang tua, pengambil kebijakan, dan platform digital untuk lebih kritis terhadap konten yang disuguhkan kepada generasi muda sebelum mereka terjebak dalam pola konsumsi berisiko tinggi yang terbentuk sejak dini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini